Kode Etik Jurnalistik |
Seiring dengan tumbangnya rezim Orde
Baru, dan berganti dengan era Reformasi, paradigma dan tatanan dunia pers pun
ikut berubah. Pada tahun 1999, lahir Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers
yaitu pasal 7 ayat 1, Undang-Undang ini membebaskan wartawan dalam memilih
organisasinya. Dengan Undang-Undang ini, muncullah berbagai organisasi wartawan
baru. Akibatnya, dengan berlakunya ketentuan ini maka Kode Etik Jurnalistik pun
menjadi banyak. Pada tanggal 6 Agustus 1999, sebanyak 25 organisasi wartawan di
Bandung melahirkan Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI), yang disahkan Dewan
Pers pada 20 Juni 2000. Kemudian pada 14 Maret 2006, sebanyak 29 organisasi
pers membuat Kode Etik Jurnalistik baru, yang disahkan pada 24 Maret 2006.
Dalam rangka, menjamin kemerdekaan pers
dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan
Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman
operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta
profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode
Etik Jurnalistik, berdasarkan Kode Etik Jurnalistik hasil Lokakarya Dewan Pers
Indonesia tanggal 14 Maret 2006, sebagai berikut:
Wartawan Indonesia bersikap independen,
menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Penjelasan:
1. Independen
berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa
campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik
perusahaan pers.
2.
Akurat
berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
3.
Berimbang
berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.
4. TIdak
beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk
menimbulkan kerugian pihak lain.
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara
yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Penjelasan:
1.
Menunjukkan
identitas diri kepada narasumber;
2.
Menghormati
hak privasi;
3.
Tidak
menyuap;
4.
Menghasilkan
berita yang faktual dan jelas sumbernya;
5. Rekayasa
pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan
keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;
6. Menghormati
pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;
7. Tidak
melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai
karya sendiri;
8. Penggunaan
cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi
bagi kepentingan publik.
Wartawan Indonesia selalu menguji
informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini
yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Penjelasan:
1. Menguji
informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.
2. Berimbang
adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak
secara proporsional.
3. Opini
yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini
interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
4.
Asas
praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.
Wartawan Indonesia tidak membuat berita
bohong, fitnah, sadis dan cabul.
Penjelasan:
1. Bohong
berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang
tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
2. Fitnah
berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
3.
Sadis
berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
4. Cabul
berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara,
grafis, atau tulisan yang semata untuk membangkitkan nafsu birahi.
5. Dalam
penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan
gambar dan suara.
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan
menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak
yang menjadi pelaku kejahatan.
Penjelasan:
1. Identitas
adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan
orang lain untuk melacak.
2.
Anak
adalah seseorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan
profesi dan tidak menerima suap.
Penjelasan:
1. Menyalahgunakan
profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi
yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan
umum.
2.
Suap
adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda, atau fasilitas dari pihak
lain yang mempengaruhi independensi.
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak
untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun
keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off
the record” sesuai dengan kesepakatan bersama.
Penjelasan:
1. Hak
tolak adalah hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber
demi keamanan narasumber dan keluarganya.
2. Embargo
adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan
narasumber.
3.
Informasi
latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan
atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.
4. “Off
the record‘ adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh
disiarkan atau diberitakan.
Wartawan Indonesia tidak menulis atau
menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang
atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa
serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau
cacat jasmani.
Penjelasan:
1. Prasangka
adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara
jelas.
2.
Diskriminasi
adalah pembedaan perlakuan.
Wartawan Indonesia menghormati hak
narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
Penjelasan:
1.
Menghormati
hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.
2.
Kehidupan
pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang
terkait dengan kepentingan publik.
Wartawan Indonesia segera mencabut,
meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan
permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Penjelasan:
1. Segera
berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada
teguran dari pihak luar.
2.
Permintaan
maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.
Wartawan Indonesia melayani hak jawab
dan hak koreksi secara proporsional.
Penjelasan:
1. Hak
jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan
atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
2. Hak
koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang
diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
3.
Proporsional
berarti setara dengan bagian yang perlu diperbaiki.
4.
Kode
Etik Jurnalistik menempati posisi yang sangat vital bagi wartawan, bahkan
dibandingkan dengan perundang-undangan lainnya yang memiliki sanksi fisik
sekalipun.
5.
Melindungi
keberadaan seseorang profesional dalam berkiprah di bidangnya.
6.
Melindungi
masyarakat dari malapraktik oleh praktisi yang kurang profesional.
7.
Mendorong
persaingan sehat antarpraktisi.
8.
Mencegah
kecurangan antar rekan profesi.
9.
Mencegah
manipulasi informasi oleh narasumber.