Menurut
Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta
Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah atau yang lebih dikenal sebagai UU Hak
Tanggungan, Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan terhadap hak atas
tanah.
Secara
gampang dapat kita pahami jika kita mengajukan pinjaman uang ke bank atau
lembaga keuangan lainnya maka sertifikat rumah atau property lainnya kita
serahkan sebagai jaminannya.
Proses
yang harus dilalui ketika kita mengajukan pinjaman tersebut adalah dengan
menandatangani Perjanjian Kredit (PK)
diikuti dengan penandatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) di PPAT
berdasarkan PK tersebut. Dalam PK dan APHT dicantumkan segala sesuatu tentang
kredit dan pelaksanaannya.
Diantara
data yang penting yang harus dicantumkan di dalam PK dan APHT adalah jumlah
hutang si debitur dan tata cara pembayaran dan pelunasannya. Lainnya, juga
disepakati hak dan kewajiban masing-masing pihak. Tak lupa juga dicantumkan
solusi yang diambil jika debitur wanprestasi (cidera janji) dalam membayar
kewajibannya.
Jika
debitur wanprestasi maka bank terlebih dahulu mencari solusi dengan cara
musyawarah, kemudian jika musyawarah untuk mufakat tidak dapat diselesaikan
maka penyelesaian hutang piutang dengan menggunakan pasal 6 UU No 4 tahun 1006
yang berbuyi:
“Apabila
debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk
menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum
serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut”
Jadi
dengan adanya pasal ini maka kreditur berhak menjual jaminan melalui lelang
eksekusi yang bekerjasama dengan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang
(KPKNL). Kemudian hasil lelangnya digunakan untuk melunasi hutang debitur.
Oleh
karena itu dalam proses lelang, bank harus menjual objek jaminan lebih tinggi
dari jumlah hutang debitur kemudian sisa penjualan tersebut diberikan kepada
debitur.
Namun
adakalanya kreditur mempersilahkan pemilik menjual terlebih dahulu objek
miliknya di luar lelang, karena kepentingan bank hanyalah uangnya sebesar
hutang debitur didapatkan kembali dan bank terhindar dari kredit macet atau non
performing loan (NPL). Sehingga performa bank tersebut di mata Bank Indonesia
juga tetap baik.
KPR Primary Product dan Secondary
Product
Proses
Pemberian Hak Tanggungan ini sama saja antara primary product dari developer
atau pinjaman dengan jaminan secondary product.
Dimana
Primary product adalah properti yang dijual oleh developer untuk pertama kali
atau properti baru. Sedangkan secondary product adalah properti yang
diperjualbelikan antar masyarakat.
Bedanya
pada primary product adakalanya rumah belum terbangun sehingga developer
memerlukan kerjasama dengan bank dan jenis pinjaman pun hanya berupa Kredit
Pemilikan Rumah (KPR), sedangkan secondary product rumah sudah ada sehingga
pemilik bebas memilih dan mengajukan skema pinjaman kepada kreditur.
Skema
tersebut bisa berupa KPR juga atau jenis pinjaman lain dengan jaminan
sertifikat hak properti tersebut.
KPR Inden dan KPR Ready Stock
KPR
oleh developerpun bisa dibedakan antara KPR inden dan KPR ready stock. KPR
inden adalah pembebanan hak tanggungan kepada objek yang belum dibangun. Oleh
karena itu bank atau kreditur memerlukan kerjasama dengan developer untuk
melakukan pembiayaan dengan jaminan rumah inden.
Kerjasama
dengan developer untuk memastikan bahwa developer betul-betul akan melaksanakan
pembangunan sesuai dengan spesifikasi bangunan yang sudah disepakat dalam
Perjanjian Kredit (PK) dan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT). Karena apabila
tidak ada kerjasama dan hubungan baik dengan developer maka bank tidak bersedia
menerima pengajuan kredit oleh debitur.
Saat
ini beberapa bank mensyaratkan agar objek yang menjadi jaminan harus dibangun
beberapa persen terlebih dahulu barulah akad kredit dan KPR bisa cair. Dan
cairnyapun secara bertahap sesuai peraturan Bank Indonesia.
Sedangkan
KPR ready stock adalah KPR untuk rumah yang sudah terbangun 100%, sehingga
prosesnya lebih cepat dan mudah karena bank bisa langsung melihat kondisi
jaminannya. Dengan melihat jaminan maka bank bisa melakukan penilaian
(appraisal) terhadap jaminan tersebut sehingga bisa menentukan harga properti.
Sehingga bank dapat menentukan plafon kredit yang bisa diberikan.
Cara Bank Menilai
Debitur
Penilaian
untuk memberikan kredit lainnya adalah kondisi finansial debitur. Kondisi
finansial berhubungan dengan pemasukan dari kreditur yang dapat dibuktikan dan
dipercayai oleh bank.
Misalnya,
untuk seorang karyawan maka untuk mengetahui kemampuan finansialnya maka bank
akan melihat gajinya per-bulan, gabungan antara suami dan istri (jika si
debitur sudah berumah tangga).
Untuk
wiraswasta performance keuangan akan dilihat dari banyaknya uang masuk dan
keluar dari rekeningnya. Pertimbangan selanjutnya kreditur memberikan pinjaman
adalah penilaian terhadap attitude debitur. Jika attitude-nya baik maka bank
akan memberikan pinjaman. Begitu juga jika attitude-nya tidak baik maka bank
tidak akan meloloskan proposalnya.
Bank
menilainya dari proses mereka berinteraksi termasuk riwayat kredit debitur pada
masa lalu. Misalnya dia selalu menepati janji, selalu membayar kewajibannya
tepat waktu, dan lain-lain. Sifat-sifat seperti ini akan menjadi bahan
pertimbangan bagi bank.
Cara Bank Menilai
Developer
Semua
developer properti, baik orang pribadi atau perusahaan dapat mengajukan
kerjasama pembiayaan kepada bank. Namun tidak semua developer diterima
permohonan kerjasamanya. Ada penilaian dan syarat-syarat tertentu yang
dijadikan patokan oleh bank dalam meluluskan permohonan kerjasama tersebut.
Bank
akan menilai developer dari track record-nya dalam pembangunan proyek
sebelumnya. Developer yang sudah membangun proyek di lokasi lain lebih mudah
mendapat approval ketimbang developer baru.
Apalagi
kerjasama diajukan oleh developer yang sudah punya nama, makin mudahlah mereka
mengajak kerjasama dengan bank dalam pembiayaan pembelian konsumen. Bahkan
dengan kondisi tersebut, banklah yang berharap dapat bekerjasama dengan mereka.
Penilaian
bank selanjutnya adalah proyek yang akan dijadikan objek pembiayaan. Proyek
tersebut haruslah berada di lokasi yang memang banyak permintaan propertinya.
Artinya proyek tersebut akan mudah terjual.
Tak
lupa bank juga menilai syarat legalitas dari proyek dan PT-nya. Legalitas
proyek berupa sertifikat tanah yang dijadikan proyek. Bank mensyaratkan untuk
mengajukan kerjasama, tanahnya sudah harus bersertifikat. Legalitas proyek
lainnya adalah legalitas dari sisi perijinan.
Bank
akan meluluskan permohonan kerjasama developer apabila perijinan proyek sudah
lengkap.
Persyaratan
lainnya bagi developer yang akan megajukan kerjasama pembiayaan kepada bank
adalah legalitas developer sebagai badan hukum. Bank lebih suka bekerjasama dengan
developer berbentuk badan hukum dibandingkan dengan orang pribadi. Walaupun
tidak tertutup kemungkinan bank menyetujui kerjasama dengan developer orang
pribadi, terutama untuk proyek yang tidak terlalu luas yang pelaksananya berupa
orang pribadi
Pencatatan Hak
Tanggungan di Kantor Pertanahan
Walaupun
sudah ada PK dan APHT yang menyatakan bahwa objek hak atas tanah sudah menjadi
jaminan terhadap hutang pemegang haknya, di dalam sertifikat tetap tidak ada
pencatatan karena yang berhak melakukan pencatatan adalah Badan Pertanahan
Nasional melalui Kantor Pertanahan masing-masing daerah.
Oleh
karena itu berdasarkan kuasa dari kreditur atau bank pemberi kredit, PPAT
mengajukan pencatatan atau pemasangan Hak Tanggungan kepada Kantor Pertanahan.
Seiring
dengan proses tersebut, Kantor Pertanahan mengeluarkan Sertifikat Hak
Tanggungan yang berisi data-data dan keterangan-keterangan tercantum dalam
APHT. Jadi Sertifikat Hak Tanggungan ini berfungsi sebagai bukti bahwa atas
objek tersebut dibebankan hak tanggungan, demikian menurut UU Hak Tanggungan.
Syarat-syarat pengajuan pemasangan Hak
Tanggungan :
Ø Asli
sertifikat.
Ø Asli
Akta Pemberian Hak Tanggungan.
Ø Kartu
Tanda Penduduk (KTP) kreditur.
Ø KTP
kan KK debitur untuk debitur orang pribadi.
Ø Akta
pendirian perseroan dan perubahannya, untuk debitur badan hukum.
Ø SK
Pengesahan badan hukum perseroan.
Ø Surat
kuasa pemasangan hak tanggungan dari kreditur.
Ø KTP
penerima kuasa.
Ø Surat
pengantar pemasangan hak tanggungan dari PPAT.
Ø Mengisi
form yang ada di kantor pertanahan
Ø Membayar
biaya pemasangan hak tanggungan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sesuai
Surat Perintah Setor (SPS) di kantor pertanahan.
Ø Setelah
proses pencatatan Hak Tanggungan di
sertifikat dan Sertifikat Hak Tanggungan selesai, maka sertifikat dan Sertifikat
Hak Tanggungan kembali diserahkan ke PPAT untuk disimpan oleh kreditur sampai
hutang dilunasi.
Bank Mengeluarkan
Surat Roya ketika Hutang Debitur Lunas
Ketika
hutang sudah dilunasi maka bank mengeluarkan Surat Keterangan Lunas dan Surat
Roya yang ditujukan kepada Kepala Kantor Pertanahan yang berisi permohonan agar
catatan Hak Tanggungan segera dihapus.
Dengan
dikeluarkannya Surat Roya, maka seluruh berkas-berkas, diantaranya asli
sertifikat dan Sertifikat Hak Tanggungan kembali diserahkan kepada pemilik dan
pemilik bisa mengajukan penghapusan catatan yang ada disertifikat mengenai
Pembebanan Hak Tanggungan atau pembebanan hutang tersebut kepada Kantor
Pertanahan.
Permohonan Roya
Bisa Dikuasakan
Permohonan
roya bisa dilakukan sendiri oleh pemilik sertifikat bisa juga dengan
menguasakan kepada orang lain. Biasanya untuk melakukan roya ini masyarakat
lebih mempercayakan prosesnya kepada Notaris dan PPAT. Karena Notaris dan PPAT
adalah pejabat publik yang dipercaya oleh masyarakat untuk urusan perdata.
Notaris
untuk membuat akta-akta otentik, seperti akta perikatan perdata dan
perjanjian-perjanjian, pendirian badan usaha seperti perseroan terbatas (PT),
CV, yayasan dan lain-lain.
Sementara
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT adalah pejabat publik yang berfungsi untuk
membuat akta-akta otentik yang berhubungan dengan tanah dan bangunan.
PPAT
bisa membuat akta jual beli, akta hibah, akta tukar menukar, akta pemasukan
dalam perusahaan, akta pembagian hak bersama, akta pemberian hak guna
bangunan/hak pakai atas tanah hak milik, akta pemberian hak tanggungan, akta
pemberian kuasa membebankan hak tanggungan.
Dengan
mengajukan roya maka BPN kemudian menghapus pencatatan Hak Tanggungan pada
sertifikat berdasarkan Surat Roya dari kreditur, dan sertifikat kembali bersih.
Syarat-Syarat
Pengajuan Roya :
Ø Asli
sertifikat hak atas tanah dan bangunan
Ø Asli
sertifikat hak tanggungan
Ø Surat
roya dari bank
Ø Kartu
Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) pemohon
Ø Surat
kuasa, apabila pengurusannya dikuasakan.
Ø KTP
penerima kuasa
Ø Mengisi
surat permohonan yang disediakan oleh kantor pertanahan
Ø Membayar
biaya roya sesuai dengan yang tertera dalam surat perintah setor (SPS) yang
terbit setelah berkas diperiksa oleh petugas di loker penerimaan berkas.
Proses
roya ini tidak memakan waktu lama hanya sekitar seminggu bahkan kurang