Hak dan
kewajiban konsumen diatur dalam pasal 4 dan 5 UU No. 8 / 1999, sebagai berikut :
- Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
- Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
- Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa
- Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
- Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
- Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
- Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
- Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
- Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban konsumen adalah :
1. Membaca
atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan
barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
2. Beritikad
baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
3. Membayar
sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
4. Mengikuti
upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen.
Perlindungan
konsumen di era global ditandai dengan 2 fenomena. Pertama, globalisasi
perdagangan internasional yang menunjukkan kecenderungan bahwa aktifitas
ekonomi pelaku usaha dan konsumen tidak lagi dibatasi batas-batas yurisdiksi
antar negara. Tidak ada lagi halangan dalam bertransaksi. Serta banyak variasi
barang dan jasa yang dapat dikonsumsi atau dimanfaatkan konsumen sesuai
kebutuhannya.
Kedua,
implementasi hak-hak dan kewajiban-kewajiban konsumen tidak dapat dilepaskan
dari pola konsumsi konsumen. Pola konsumsi ini secara berkesinambungan selaras
dengan daya dukung lingkungan sebagai bagian yang tidak terlepas dari kehidupan
keseharian konsumen. Pembangunan jati diri konsumen Indonesia bukan lagi
terbatas akan pemahaman akan hak dan kewajibannya saja, namun mulai meningkat
kepada tanggung jawab sosialnya yang terkait erat dengan pembangunan yang berkesinambungan
(sutainable development).
Oleh sebab
itu, tantangan bersama di era global adalah, bagaimana memberikan pemahaman
akan pentingnya dan memperkuat perlindungan konsumen agar konsumen mampu
menetapkan pilihan dan keputusan yang tepat dalam bertransaksi, mendorong
persaingan usaha yang sehat antar pelaku usaha, dan peningkatan daya saing
produk dalam negeri.
Hal tersebut
penting karena konsumen harus waspada terhadap berbagai tawaran barang murah
yang beredar di pasar namun justru mengancam atau merugikan konsumen. Beberapa
kasus barang murah (seperti mainan anak, pangan, obat-obatan, kosmetika,
peralatan rumah tangga, dan sebagainya), ternyata mengandung bahan berbahaya
dan tidak memenuhi ketentuan standar yang dipersyaratkan.
Kini, saatnya
menjadi konsumen cerdas sebagai pilihan tepat untuk melindungi diri sendiri
dari ancaman produk-produk semacam itu. Konsumen cerdas adalah konsumen yang
telah siap menghadapi berbagai tantangan di era global. Indikasi konsumen
cerdas ditandai dengan pemahaman akan hak dan kewajibannya, sikap kritis dan
berhati-hati dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa, sehingga ia mampu
melindungi diri, keluarga dan lingkungannya terhadap barang dan/atau jasa yang
tidak memenuhi aspek keamanan, kesehatan, keselamatan, dan lingkungan (K3L).
Selain itu,
konsumen cerdas juga memiliki tanggung jawab sosial terhadap masyarakat dan
negara yang diindikasikan dengan pro-produk Indonesia dan
pro-lingkungan.Berlatar belakang hal tersebut maka tepatlah jika Kementerian
Perdagangan RI mengambil tema “Gerakan Meningkatkan Kesadaran Hak Konsumen”
Yayasan
Lembaga Konsumen Indonesia/YLKI mengungkapkan penduduk Indonesia yang berjumlah
240 juta jiwa merupakan konsumen yang memiliki hak-hak sebagai konsumen. Namun
pada kenyataannya, masyarakat terus dihadapkan pada maraknya produk yang tidak
memiliki jaminan kualitas, tidak bersertifikat Standar Nasional Indonesia/SNI
padahal sudah diberlakukan SNI wajib, atau produk yang tidak dilengkapi label
sesuai aturan. Produk-produk seperti ini sangat mengancam keselamatan konsumen.
Sebagai contoh, produk ban kendaraan yang tidak ber-SNI berpotensi
membahayakan/mencelakakan konsumennya.
Senada dengan
Tini, Gita juga mengatakan, kecenderungan jumlah dan daya beli masyarakat
Indonesia yang semakin meningkat, akan menjadi target pasar yang menggiurkan
baik bagi industri dalam negeri maupun luar negeri sehingga konsumen perlu
dilindungi. Indonesia sendiri telah memiliki Undang-Undang No. 8 Tahun 1999
tentang perlindungan konsumen. Dalam Undang-Undang ini, terkandung 4 pilar
kebijakan yakni : Peningkatan produk berkualitas; Peningkatan Pengawasan Barang
Beredar; Peningkatan Edukasi Konsumen; serta Penguatan lembaga Perlindungan
Konsumen.