Legal standing
adalah keadaan dimana seseorang atau suatu pihak ditentukan memenuhi syarat dan
oleh karena itu mempunyai hak untuk mengajukan permohonan perselisihan atau
sengketa atau perkara di depan Mahmakah Konstitusi. Legal standing adalah adaptasi dari
istilah personae standi in judicio yang
artinya adalah hak untuk mengajukan
gugatan atau permohonan di depan pengadilan. Ada dua jenis tuntutan hak yakni :
1. Tuntutan
hak yang mengandung sengketa disebut gugatan, dimana sekurang-kurangnya ada dua
pihak. Gugatan termasuk dalam kategori peradilan contentieus(contentieus jurisdictie) atau
peradilan yang sesungguhnya.
2. Tuntutan
hak yang tidak mengandung sengketa disebut permohonan dimana hanya terdapat
satu pihak saja.
Permohonan
termasuk dalam kategori peradilan volunteer atau peradilan yang tidak
sesungguhnya. Sejalan dengan pemikiran Sudikno maka tuntutan hak dari pemohon
dalam pengujian undang-undang terhadap undang-undang dasar adalahtuntutan hak
yang tidakmengandung sengketa.
Kesatuan
masyarakat hukum adat mempunyai dasar yuridis formal “kedudukan hukum” atau
“Legal Standing”. Hal ini terjadi dan terkait dengan suatu kasus apabila
hak-hak dan/atau kewenangan konstitusional kesatuan “masyarakat hukum adat”
dirugikan oleh suatu Undang-Undang. (Pasal 51 dan Pasal 60 UU MK). Dalam
konteks Hak Asasi Manusia, Pasal 28 I ayat (3) UUD Negara RI 1945 menghormati
“identitas budaya dan hak-hak masyarakat tradisional”. Begitu pula dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan prinsip otonomi daerah
seluas-luasnya. Pasal 18 B UUD 1945 mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Legal Standing
Sebagai Syarat Mutlak Untuk Mengajukan Perkara Di Mahkamah Konstitusi. Dalam
praktik ketatanegaraan modern telah dikenal prinsip pengujian konstitusional
sebagai pengejawantahan dari negara hukum yang berkedaulatan rakyat. Pada
umumnya, mekanisme pengujian hukum ini diterima sebagai cara negara hukum
modern mengendalikan dan mengimbangi (check and balance) kecenderungan
kekuasaan yang ada di genggaman para pejabat pemerintah untuk menjadi
sewenang-wenang.
Pengujian
undang-undang terhadap konstitusi di Indonesia dilakukan oleh suatu lembaga
negara yang tersendiri yakni Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi merupakan
salah satu pelaku kekuasaan kehakiman, di samping Mahkamah Agung sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945. Kewenangan menguji ini
merupakan kewenangan utama yang dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi.
Pemohon
selanjutnya wajib menguraikan dengan jelas dalam permohonannya tentang hak
dan/atau kewenangan konstitusionalnya. Sehingga untuk berperkara di Mahkamah
Konstitusi pemohon harus dengan jelas mengkualifikasikan dirinya apakah
bertindak sebagai perorangan warga negara Indonesia, sebagai kesatuan
masyarakat hukum adat, sebagai badan hukum publik atau privat atau sebagai
lembaga negara. Selanjutnya menunjukkan hak dan/atau kewenangan
konstitusionalnya yang dirugikan akibat keberlakuan undang-undang. Jika kedua
hal di atas tidak dapat dipenuhi maka permohonan untuk berperkara di Mahkamah
Konstitusi tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard).
Dari beberapa
konsep mengenai legal standing maka dapat diketahui bahwa syarat mutlak untuk
dapat berperkara di Mahkamah Konstitusi adalah :
1. Adanya
kerugian dari pemohon yang timbul karena berlakunya suatu undang-undang.
2. Adanya
kepentingan nyata yang dilindungi oleh hukum. Adanya kepentingan hukum saja
sebagaimana dikenal dalam hukum acara perdata maupun hukum acara tata usaha
negara tidak dapat dijadikan dasar. Dalam hukum acara perdata dikenaladagium
point d'interet point d' action yaitu apabila ada kepentingan hukum boleh
mengajukan gugatan.
3. Adanya
hubungan sebab akibat (causa verband) antara kerugian dan berlakunya suatu
undang-undang. Artinya dengan berlakunya suatu undang-undang maka menimbulkan
kerugian bagi pemohon.
4. Dengan
diberikannya putusan diharapkan kerugian dapat dihindarkan atau dipulihkan.
Sehingga dibatalkannya suatu undang-undang atau pasal dalam undang-undang atau
ayat dalam undang-undang dapat berakibat bahwa kerugian dapat dihindarkan atau
dipulihkan.
Pemohon yang
telah memenuhi persyaratan sebagaimana yang ditentukan di atas berarti memiliki
legal standing untuk berperkara di
Mahkamah Konstitusi. Dengan demikian legal standing ini menjadikan
pemohon sebagai subjek hukum yang sah untuk mengajukan pengujian undang-undang
terhadap undang-undang dasar ke lembaga negara ini. Persyaratan legal standing
mencakup syarat formal sebagaimana yang ditentukan dalam undang-undang dan
syarat material yakni adanya kerugian konstitusional akibat keberlakuan
undang-undang yang bersangkutan.